JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada November 2025 mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya.
Pertumbuhan M2 tercatat sebesar 8,3 persen secara tahunan (year on year/yoy), setara dengan Rp9.891,6 triliun. Angka ini menunjukkan bahwa likuiditas domestik bergerak dinamis seiring membaiknya aktivitas ekonomi di akhir tahun.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menyampaikan bahwa pertumbuhan M2 pada November 2025 lebih tinggi dibanding Oktober 2025, yang hanya sebesar 7,7 persen (yoy).
“Kenaikan ini mencerminkan dinamika likuiditas yang terus meningkat dan menandai respons positif ekonomi terhadap kebijakan moneter yang diterapkan,” ujar Ramdan.
Pertumbuhan M2 ini tidak hanya mencerminkan jumlah uang yang beredar, tetapi juga mencerminkan optimisme masyarakat dan pelaku usaha terhadap kondisi ekonomi yang membaik.
Perkembangan M2 pada bulan tersebut didorong oleh peningkatan uang beredar sempit (M1) sebesar 11,4 persen (yoy) dan uang kuasi sebesar 5,9 persen (yoy). Uang beredar sempit (M1) mencakup uang kartal dan giro, yang sering digunakan untuk transaksi sehari-hari, sedangkan uang kuasi terdiri dari tabungan dan deposito berjangka yang bisa dialihkan untuk transaksi.
“Perkembangan ini menunjukkan respons positif likuiditas terhadap kebutuhan transaksi masyarakat dan kegiatan ekonomi yang mulai meningkat,” jelas Ramdan.
Faktor Pendorong Utama Pertumbuhan Uang Beredar
Menurut BI, pertumbuhan M2 pada November 2025 dipengaruhi oleh beberapa faktor utama. Pertama, tagihan bersih kepada pemerintah pusat (pempus) tumbuh 8,7 persen (yoy), meningkat dibanding Oktober yang hanya 5,4 persen. Hal ini menegaskan peran pemerintah sebagai motor penggerak likuiditas domestik melalui anggaran belanja dan transfer ke daerah. Dengan meningkatnya tagihan bersih ini, peredaran uang di masyarakat dan penyaluran dana ke sektor riil menjadi lebih lancar.
Kedua, penyaluran kredit perbankan mengalami kenaikan, tumbuh 7,9 persen (yoy) pada November, lebih tinggi dibanding Oktober yang sebesar 7,0 persen.
Ramdan menekankan bahwa kredit yang dicatat hanya dalam bentuk pinjaman (loans) dan tidak termasuk instrumen keuangan lain seperti surat berharga (debt securities), tagihan akseptasi (banker's acceptances), dan tagihan repo.
Pertumbuhan kredit ini mencerminkan optimisme perbankan dalam menyalurkan dana kepada masyarakat dan sektor usaha, sekaligus mendukung kegiatan ekonomi yang semakin meningkat di akhir tahun.
Selain itu, aktiva luar negeri bersih mengalami pertumbuhan 9,7 persen (yoy), meski sedikit melambat dibanding Oktober yang tumbuh 10,4 persen. Pertumbuhan aktiva luar negeri ini menunjukkan stabilitas posisi eksternal perbankan dan kemampuan institusi keuangan domestik dalam menjaga cadangan devisa, sekaligus memastikan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
Perkembangan Uang Primer dan Peran Bank Indonesia
Bank Indonesia juga mencatat perkembangan uang primer (M0) adjusted yang tumbuh 13,3 persen (yoy) pada November 2025, melanjutkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 14,4 persen.
Total uang primer tercatat mencapai Rp2.136,2 triliun. Uang primer mencakup uang kartal yang beredar di masyarakat dan giro bank umum di BI, yang menjadi instrumen penting untuk menjaga kestabilan moneter.
Pertumbuhan M0 ini dipengaruhi oleh giro bank umum di BI adjusted yang tumbuh 24,2 persen (yoy) serta uang kartal yang diedarkan sebesar 13,1 persen (yoy). Ramdan menekankan bahwa pertumbuhan uang primer telah mempertimbangkan dampak pemberian insentif likuiditas atau pengendalian moneter adjusted.
Dengan demikian, BI tetap dapat menjaga ketersediaan likuiditas yang memadai, sehingga perbankan memiliki kapasitas untuk menyalurkan kredit dan memenuhi kebutuhan transaksi masyarakat.
Kondisi ini juga mencerminkan efektivitas kebijakan BI dalam menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas moneter. Likuiditas yang cukup tinggi memungkinkan sektor perbankan dan masyarakat tetap memiliki fleksibilitas dalam mengelola dana, baik untuk investasi maupun konsumsi, di tengah berbagai dinamika ekonomi domestik dan global.
Dampak Pertumbuhan Likuiditas Terhadap Ekonomi Nasional
Pertumbuhan M2 yang lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya menjadi indikator positif bagi perekonomian Indonesia. Likuiditas yang meningkat memudahkan masyarakat dan pelaku usaha memperoleh dana untuk konsumsi maupun investasi.
Hal ini berpotensi mendorong aktivitas ekonomi lebih luas, meningkatkan daya beli masyarakat, serta memperkuat sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung ekonomi domestik.
Selain itu, pertumbuhan kredit dan uang primer yang positif menandakan bahwa sektor perbankan tetap memiliki kapasitas menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat dan bisnis, meskipun masih ada tantangan terkait risiko kredit dan pengelolaan likuiditas. Hal ini penting untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi, terutama menjelang penutupan tahun dan persiapan awal tahun 2026.
Secara keseluruhan, data BI menunjukkan bahwa likuiditas ekonomi Indonesia pada akhir 2025 cukup sehat dan siap menopang kegiatan ekonomi. Pertumbuhan ini juga diharapkan dapat menjaga stabilitas harga dan inflasi tetap berada dalam kisaran target BI, sehingga kondisi moneter mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Dengan kecukupan likuiditas dan pertumbuhan kredit yang stabil, sektor keuangan diharapkan dapat terus memberikan dukungan optimal bagi pertumbuhan ekonomi nasional, sekaligus memperkuat daya tahan ekonomi terhadap gejolak global.