MINYAK

Harga Minyak Dunia Naik Dipicu Ketegangan Global dan Konflik

Harga Minyak Dunia Naik Dipicu Ketegangan Global dan Konflik
Harga Minyak Dunia Naik Dipicu Ketegangan Global dan Konflik

JAKARTA - Pergerakan harga minyak mentah global kembali mencuri perhatian pasar pada awal pekan. 

Sentimen geopolitik yang belum mereda, terutama di kawasan Timur Tengah dan Eropa Timur, membuat pelaku pasar kembali bersikap waspada terhadap potensi gangguan pasokan energi dunia. 

Di tengah kekhawatiran tersebut, harga minyak mencatatkan penguatan setelah sempat tertekan pada perdagangan sebelumnya.

Kondisi ini menunjukkan bahwa dinamika geopolitik masih menjadi faktor dominan dalam menentukan arah harga minyak dunia. Meskipun ada optimisme terkait upaya diplomasi internasional, ketidakpastian yang menyelimuti proses perdamaian membuat pasar tetap sensitif terhadap setiap perkembangan baru.

Pergerakan Harga Minyak Awal Pekan

Harga minyak naik pada perdagangan awal Asia pada Senin, 29 Desember 2025, karena investor mempertimbangkan ketegangan di Timur Tengah yang dapat mengganggu pasokan. 

Sementara hambatan utama masih ada dalam pembicaraan perdamaian Rusia-Ukraina. Sentimen tersebut menjadi pendorong utama penguatan harga minyak setelah sebelumnya mengalami tekanan.

Dikutip dari Investing.com, harga minyak mentah Brent naik 57 sen atau 0,94 persen menjadi USD61,21 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 54 sen atau 0,95 persen menjadi USD57,28. Kenaikan ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap risiko pasokan di tengah kondisi geopolitik yang tidak stabil.

Sebelumnya, kedua harga acuan tersebut turun lebih dari dua persen pada hari Jumat. Penurunan itu dipicu oleh kekhawatiran akan potensi kelebihan pasokan global serta harapan pasar terhadap kemungkinan tercapainya kesepakatan damai Ukraina dalam pembicaraan tingkat tinggi akhir pekan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dan Presiden AS Donald Trump.

Ketegangan Geopolitik Masih Mendominasi

Kenaikan harga minyak tidak terlepas dari situasi geopolitik yang terus memanas. Konflik yang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina kembali menimbulkan kekhawatiran akan keamanan infrastruktur energi, terutama setelah kedua negara saling melancarkan serangan terhadap fasilitas penting.

"Alasan utama kenaikan harga adalah karena ketegangan geopolitik tetap tinggi, karena Rusia dan Ukraina terus saling menyerang infrastruktur energi masing-masing selama akhir pekan," kata analis di Haitong Futures Yang An. 

Pernyataan ini menegaskan bahwa pasar masih sangat sensitif terhadap eskalasi konflik di kawasan tersebut.

Selain Eropa Timur, kawasan Timur Tengah juga menjadi sumber kekhawatiran baru. Situasi keamanan yang tidak stabil di wilayah ini meningkatkan risiko gangguan pasokan minyak global, mengingat peran strategis Timur Tengah sebagai salah satu produsen energi terbesar dunia.

Timur Tengah Picu Kekhawatiran Pasokan

Ketegangan di Timur Tengah kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Serangan udara Saudi di Yaman serta pernyataan Iran yang menyebut negaranya berada dalam “perang skala penuh” dengan Amerika Serikat, Eropa, dan Israel menambah tekanan psikologis di pasar energi global.

"Timur Tengah juga tidak stabil baru-baru ini, dengan serangan udara Saudi di Yaman dan Iran mengatakan negara itu berada dalam 'perang skala penuh' dengan AS, Eropa, dan Israel. Ini mungkin yang mendorong kekhawatiran pasar tentang potensi gangguan pasokan," lanjut Yang An. Kondisi ini membuat investor cenderung mengantisipasi risiko terburuk.

Ketidakpastian tersebut memicu aksi beli di pasar minyak sebagai langkah lindung nilai terhadap potensi gangguan distribusi. Meski belum ada gangguan pasokan yang signifikan, sentimen negatif sudah cukup untuk mendorong harga bergerak naik.

Harapan Damai Rusia Ukraina Masih Terbatas

Di sisi lain, harapan terhadap berakhirnya perang Rusia-Ukraina masih belum sepenuhnya mampu menekan harga minyak. Presiden AS Donald Trump mengatakan pada hari Minggu bahwa ia dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy “semakin dekat, mungkin sangat dekat” dengan kesepakatan untuk mengakhiri perang di Ukraina.

Kedua pemimpin menyampaikan pernyataan tersebut dalam konferensi pers bersama setelah bertemu di resor Mar-a-Lago milik Trump di Florida. Trump menyebutkan akan terlihat “dalam beberapa minggu” apakah negosiasi tersebut benar-benar membuahkan hasil yang konkret.

Meski demikian, analis menilai belum ada terobosan signifikan. Perundingan memang menunjukkan arah positif, namun hambatan besar masih ada, terutama terkait kendali teritorial di wilayah Donbas. Analis IG, Tony Sycamore, menyebut faktor ini membuat pasar tetap berhati-hati.

Ke depan, minyak mentah diperkirakan akan diperdagangkan dalam kisaran USD55 hingga USD60 per barel. 

Pasar juga mencermati langkah penegakan hukum AS terhadap pengiriman minyak Venezuela serta dampak dari serangan militer AS terhadap target ISIS di Nigeria, negara yang memproduksi sekitar 1,5 juta barel minyak per hari. Semua faktor tersebut berpotensi memengaruhi keseimbangan pasokan dan permintaan global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index